Tuesday, March 7, 2017

KEJUJURAN SANG KOPI



Sipa yang tak tahu kopi?

Apakah anda mengenal kopi?

Apakah anda menyukai kopi?
 
Atau bahkan anda pecinta kopi?

Lahir dari batang pohon yang mempunyai cukup banyak cabang dan berdaun cukup lebar. Diawali dengan bunga berwarna putih dengan aroma yang khas. biji kopi bertumbuh besar hingga matang dan siap untuk dipetik.

Apakah ini yang dinamakan kopi?

Setelah proses pertumbuhannya yang amat panjang dan melalui berbagai pergantian cuaca hingga ia menjadi biji kopi matang yang lalu dipetik, dan ia kini adalah sang kopi dewasa.

 Apakah ini yang dinamakan kopi?

Setelah sang kopi kini mencapai tingkat akhir dari petumbuhannya. Matang sempurna, bentuk biji yang proporsional, dan warna yang khas. Tapi pertanyaannya apa arti sang kopi saat ini?

Sang kopi masih belum berarti apa-apa. Sang kopi tak bernilai dan bermakna apapun, dia tak lebih hanya sesosok biji yang yang masa tumbuh kembangnya telah usai. 

Sejak sang kopi dikandung oleh sang bunga, ia mendengar begitu banyak cerita tentang berbagai macam kopi yang ada di dunia, kopi yang melegenda dan memiliki banyak penggemar dan pecintanya. Mendengar cerita ini, sang kopi memiliki ekspektasi yang besar akan seperti apa dirinya kelak. Menjadi sang kopi yang dipuja dan digilai banyak orang diseluruh penjuru dunia.

Sang kopi pun lahir dari sang bunga putih yang mengandungnya, ia tumbuh perlahan, hingga mencapai tingkat optimalnya. Dan kini sang kopi mulai memandang dunia, dan dengan bangga ia siap menyapa dunia dan para penggemarnya seperti apa yang pernah ia dengar dulu.

Tapi sampai disini apa yang harus dilakukan sang kopi untuk dapat mencapai espektasi nya sejak saat ia masih dikandung oleh sang bunga?

Sang kopi berkata pada setiap manusia tentang dirinya “ hey.. aku lah sang biji kopi yang telah tumuh dewasa dengan baik, aku telah matang sempurna. Aku lah sang biji kopi sejati”....

Anehnya, manusiahanya hanya menolehna sesat, lalu meninggalkannya. Tak ada pujian, tak ada kata-kata istimewa..

Sang kopi terdiam, ia murung, ia terenguh sembari penuh tanya dalam benaknya, mengapa hingga kini tak ada yang memandangnya istimewa, padahal ia telah tumbuh dan matang sebagai biji kopi yang sempurna. 

Sang kopi pun kini murung, ia berkata pada dirinya “apa yang salah dengan diriku? Aku telah tumbuh dengan baik, aku telah matang sempurna, bentukku pun proporsional, tapi mengapa aku bahakan sangat jauh dari kata istimewa”,.. sang kopi hanya melihat manusia hanya berlalu-lalang dihadapannya tanpa ada yang memandangnya istimewa, padahal sang kopi beranggapan bahwa ia adalah sang biji kopi dewasa yang sempurna...

Dari manusia manuisa yang barlalu-lalang yang ia saksikan, ia banyak mendengar pembicaraan mengenai dirinya, ia pun selalu mendengarkan dengan seksama setiap pembicaraan tentang dirinya.

Sang kopi dewasa mendengar cerita bahwa untuk menjadi kopi sejati, ada serangkaian proses yang harus dijalaninya, mulai dari dijemur dibawah terik matahari untuk mengurangi kadar airnya, setelah itu harus disangrai dengan suhu yang sangat panas, jauh lebih panas dari teriknya matahari hari saat ia dijemur, dalam proses sangarai ini akan berakhir ketika ia berubah warna menji hitam. Dan... belum cukup sampai disini, ia harus ditumbuk untuk dihaluskan, jauh dari bentuk sempurnanya sang biji kopi saat ini.

Mendengar cerita ini, sang kopi terenyut tak percaya. Ia berpikir, bagaimana mungkin biji kopi yang hitam dan pahit karena gosong seperti itu digemari banyak orang, diistemewakan banyak orag?? Sedangkan dengan kedewasaan nya sebagai kopi saat ini pun tak mendapat perhatian besar.

Sang kopi lagi-lagi terdiam. ia kembali merenungi seperti apa sebenarnya proses pertumbuhannya dari sejak dikandung sang bunga putih hingga sampai saat ini ia menjadi sang kopi dewasa. Ia bertanya-tanya jangan jangan ada yang salah dalam proses pertumbuhannya. Tapi ia juga berpikir bahwa ia kini adalah sang biji kopi dewasa yang sempurna, jadi tak mungkin ada kesalahan, jika ada ia tak mungkin menjadi biji kopi dewasa yang sempuna seperti saat ini.

Waktu berlalu, sang kopi pun masih belum beranjak dari renugan nya. Sampai pada akhirnya, ia menyadari satu hal. Jika ia kini sebagai biji kopi dewasa yang sempurna, maka untuk sampai disini semuanya butuh proses, dan proses yang dijalaninya dari sejak dikandung sang bunga sangatlah panjang.

Sang kopi mulai menemukan buah dari renungannya. Ia kini sedikit mulai terlihat riang.. tapi kemudian ia berpikir kembali “lalu apa yang aku lakukan sekarang..??”

Sang kopi teringat akan cerita-cerita yang pernah didengarnya. Cerita tentang proses yang harus dijalaninya hingga ia berubah menjadi sang biji kopi yang gosong. 

.... “apa mungkin aku harus menjalani proses-proses itu? Bagaimana mungkin jika aku gosong orang-orang akan menyukaiku? Bukankah jika aku menjalani prose itu, lalu aku gosong, warnaku akan menjadi hitam, dan rasanya pasti pahit... bagaimana mingkin aku akan disukai banyak orang???

Tidak ada cerita lain yang didengarnya tentang dirinya selain serangakaian proses yang akan menjadikannya gosong. “apa hanya serangakain proses itu? Apakah tidak ada cara atau proses yang lain?? Tapi jika aku tak melakukan apapun, aku akan teap seperti ini, aku tak memiliki arti dan keistimewaan apapun. Lalu untuk apa semua pejuangan ku selama ini hingga aku dewasa kini??

Berangkat dari sekian banyak pertanyaan yang dimilikinya itu, dan bermodal perjuangannya hingga ia tumbuh menjadi sang biji kopi dewasa, ia tak mau berakhir sia-sia dan musnah begitu saja. Sang kopi harus melakukan sesuatu setidaknya untuk dirinya sendiri, untuk membuktikan dirinya bahwa ia adalah sang kopi.

Sang kopi dewasapun menjalani proses penjemuran. Proses yang begitu tak menyenagkan, ia haru dijemur dibawah teriknya mata hari berhari-hari.

Setelah itu, sang kopi dewasa yang telah kering dan berkadar air rendah, ia menjalani proses selanjutnya. Ia disangrai dalam wajan yang ditaruh diatas tungku yang dibawahnya kobaran api yang sangat panas, jauh lebih panas dari saat ia dijemur dibawah terik mata hari.

Kini sang kopi dewasa telah hilang. Ia berubah menjadi biji kopi yang hitam nan gosong. Ia melihat dirinya sendiri, ia berkata “lihatlah aku, bentuk biji kopi yang sempurna ku tlah hilang, kini aku tak lebih dari sekedar sebuah biji yang yang hitam karena gosong. Bahkan setelah ini aku masih harus ditumbuk hinga aku hancur dan menjadi serbukan yang berwarna hitam, hitam karena gosong, dan sesuatu yang gosong itu pasti pahit. Kini aku adalah serbuk kopi yang hitam dan pahit”...

Kini sang kopi telah melakukan sesuatu untuk dirinya. Serangakian proses yang tak menyenangkan telah dijalaninya hingga kini ia menjadi serbuk kopi yang hitam dan pahit.

Tak seperti saat ia masih utuh sebagai biji kopi dewa yang berbicara pada dunia dengan lantang, Sang kopi kini dengan suara lirih dan perlahan berkata pada dunia... “ wahai dunia,.. aku lah sang kopi,.. sang kopi yang gosong,... yang hitam,... yang hancur,... yang pahit,... aku telah selesai dengan prosesku, kini aku siap dengan apapun yang akan kau lakukan pada diriku”...

Air mendidih yang amat panas menyeduhya dalam cangkir.
Jadilah ia secangkir kopi yang panas, yang hitam, yang pahit, dan kini ia memiliki aroma yang amat sangat khas...

Dan kini jutaan manusia di seluruh dunia menunggu untuk dibawakan secangkir kopi yang panas, yang hitam, dan yang memiliki rasa dan aroma yang amat sangat khas itu.


Raffi Baddger, Maret 2017.