Sipa yang tak tahu kopi?
Apakah anda mengenal kopi?
Apakah anda menyukai kopi?
Atau bahkan anda pecinta kopi?
Lahir dari batang pohon yang
mempunyai cukup banyak cabang dan berdaun cukup lebar. Diawali dengan bunga
berwarna putih dengan aroma yang khas. biji kopi bertumbuh besar hingga matang
dan siap untuk dipetik.
Apakah ini yang dinamakan kopi?
Setelah proses pertumbuhannya yang
amat panjang dan melalui berbagai pergantian cuaca hingga ia menjadi biji kopi
matang yang lalu dipetik, dan ia kini adalah sang kopi dewasa.
Apakah ini yang dinamakan kopi?
Setelah sang kopi kini mencapai
tingkat akhir dari petumbuhannya. Matang sempurna, bentuk biji yang proporsional,
dan warna yang khas. Tapi pertanyaannya apa arti sang kopi saat ini?
Sang kopi masih belum berarti
apa-apa. Sang kopi tak bernilai dan bermakna apapun, dia tak lebih hanya
sesosok biji yang yang masa tumbuh kembangnya telah usai.
Sejak sang kopi dikandung oleh
sang bunga, ia mendengar begitu banyak cerita tentang berbagai macam kopi yang
ada di dunia, kopi yang melegenda dan memiliki banyak penggemar dan pecintanya.
Mendengar cerita ini, sang kopi memiliki ekspektasi yang besar akan seperti apa
dirinya kelak. Menjadi sang kopi yang dipuja dan digilai banyak orang diseluruh
penjuru dunia.
Sang kopi pun lahir dari sang bunga
putih yang mengandungnya, ia tumbuh perlahan, hingga mencapai tingkat
optimalnya. Dan kini sang kopi mulai memandang dunia, dan dengan bangga ia siap
menyapa dunia dan para penggemarnya seperti apa yang pernah ia dengar dulu.
Tapi sampai disini apa yang harus
dilakukan sang kopi untuk dapat mencapai espektasi nya sejak saat ia masih
dikandung oleh sang bunga?
Sang kopi berkata pada setiap
manusia tentang dirinya “ hey.. aku lah sang biji kopi yang telah tumuh dewasa
dengan baik, aku telah matang sempurna. Aku lah sang biji kopi sejati”....
Anehnya, manusiahanya hanya
menolehna sesat, lalu meninggalkannya. Tak ada pujian, tak ada kata-kata
istimewa..
Sang kopi terdiam, ia murung, ia
terenguh sembari penuh tanya dalam benaknya, mengapa hingga kini tak ada yang
memandangnya istimewa, padahal ia telah tumbuh dan matang sebagai biji kopi
yang sempurna.
Sang kopi pun kini murung, ia
berkata pada dirinya “apa yang salah dengan diriku? Aku telah tumbuh dengan
baik, aku telah matang sempurna, bentukku pun proporsional, tapi mengapa aku
bahakan sangat jauh dari kata istimewa”,.. sang kopi hanya melihat manusia
hanya berlalu-lalang dihadapannya tanpa ada yang memandangnya istimewa, padahal
sang kopi beranggapan bahwa ia adalah sang biji kopi dewasa yang sempurna...
Dari manusia manuisa yang
barlalu-lalang yang ia saksikan, ia banyak mendengar pembicaraan mengenai
dirinya, ia pun selalu mendengarkan dengan seksama setiap pembicaraan tentang
dirinya.
Sang kopi dewasa mendengar cerita
bahwa untuk menjadi kopi sejati, ada serangkaian proses yang harus dijalaninya,
mulai dari dijemur dibawah terik matahari untuk mengurangi kadar airnya,
setelah itu harus disangrai dengan suhu yang sangat panas, jauh lebih panas
dari teriknya matahari hari saat ia dijemur, dalam proses sangarai ini akan
berakhir ketika ia berubah warna menji hitam. Dan... belum cukup sampai disini,
ia harus ditumbuk untuk dihaluskan, jauh dari bentuk sempurnanya sang biji kopi
saat ini.
Mendengar cerita ini, sang kopi
terenyut tak percaya. Ia berpikir, bagaimana mungkin biji kopi yang hitam dan
pahit karena gosong seperti itu digemari banyak orang, diistemewakan banyak
orag?? Sedangkan dengan kedewasaan nya sebagai kopi saat ini pun tak mendapat
perhatian besar.
Sang kopi lagi-lagi terdiam. ia
kembali merenungi seperti apa sebenarnya proses pertumbuhannya dari sejak
dikandung sang bunga putih hingga sampai saat ini ia menjadi sang kopi dewasa. Ia
bertanya-tanya jangan jangan ada yang salah dalam proses pertumbuhannya. Tapi ia
juga berpikir bahwa ia kini adalah sang biji kopi dewasa yang sempurna, jadi
tak mungkin ada kesalahan, jika ada ia tak mungkin menjadi biji kopi dewasa
yang sempuna seperti saat ini.
Waktu berlalu, sang kopi pun masih
belum beranjak dari renugan nya. Sampai pada akhirnya, ia menyadari satu hal. Jika
ia kini sebagai biji kopi dewasa yang sempurna, maka untuk sampai disini
semuanya butuh proses, dan proses yang dijalaninya dari sejak dikandung sang
bunga sangatlah panjang.
Sang kopi mulai menemukan buah
dari renungannya. Ia kini sedikit mulai terlihat riang.. tapi kemudian ia
berpikir kembali “lalu apa yang aku lakukan sekarang..??”
Sang kopi teringat akan cerita-cerita
yang pernah didengarnya. Cerita tentang proses yang harus dijalaninya hingga ia
berubah menjadi sang biji kopi yang gosong.
.... “apa mungkin aku harus
menjalani proses-proses itu? Bagaimana mungkin jika aku gosong orang-orang akan
menyukaiku? Bukankah jika aku menjalani prose itu, lalu aku gosong, warnaku
akan menjadi hitam, dan rasanya pasti pahit... bagaimana mingkin aku akan
disukai banyak orang???
Tidak ada cerita lain yang
didengarnya tentang dirinya selain serangakaian proses yang akan menjadikannya
gosong. “apa hanya serangakain proses itu? Apakah tidak ada cara atau proses
yang lain?? Tapi jika aku tak melakukan apapun, aku akan teap seperti ini, aku
tak memiliki arti dan keistimewaan apapun. Lalu untuk apa semua pejuangan ku
selama ini hingga aku dewasa kini??
Berangkat dari sekian banyak
pertanyaan yang dimilikinya itu, dan bermodal perjuangannya hingga ia tumbuh
menjadi sang biji kopi dewasa, ia tak mau berakhir sia-sia dan musnah begitu
saja. Sang kopi harus melakukan sesuatu setidaknya untuk dirinya sendiri, untuk
membuktikan dirinya bahwa ia adalah sang kopi.
Sang kopi dewasapun menjalani
proses penjemuran. Proses yang begitu tak menyenagkan, ia haru dijemur dibawah
teriknya mata hari berhari-hari.
Setelah itu, sang kopi dewasa yang
telah kering dan berkadar air rendah, ia menjalani proses selanjutnya. Ia disangrai
dalam wajan yang ditaruh diatas tungku yang dibawahnya kobaran api yang sangat
panas, jauh lebih panas dari saat ia dijemur dibawah terik mata hari.
Kini sang kopi dewasa telah
hilang. Ia berubah menjadi biji kopi yang hitam nan gosong. Ia melihat dirinya
sendiri, ia berkata “lihatlah aku, bentuk biji kopi yang sempurna ku tlah
hilang, kini aku tak lebih dari sekedar sebuah biji yang yang hitam karena
gosong. Bahkan setelah ini aku masih harus ditumbuk hinga aku hancur dan
menjadi serbukan yang berwarna hitam, hitam karena gosong, dan sesuatu yang
gosong itu pasti pahit. Kini aku adalah serbuk kopi yang hitam dan pahit”...
Kini sang kopi telah melakukan
sesuatu untuk dirinya. Serangakian proses yang tak menyenangkan telah
dijalaninya hingga kini ia menjadi serbuk kopi yang hitam dan pahit.
Tak seperti saat ia masih utuh
sebagai biji kopi dewa yang berbicara pada dunia dengan lantang, Sang kopi kini
dengan suara lirih dan perlahan berkata pada dunia... “ wahai dunia,.. aku lah
sang kopi,.. sang kopi yang gosong,... yang hitam,... yang hancur,... yang
pahit,... aku telah selesai dengan prosesku, kini aku siap dengan apapun yang
akan kau lakukan pada diriku”...
Air mendidih yang amat panas
menyeduhya dalam cangkir.
Jadilah ia secangkir kopi yang
panas, yang hitam, yang pahit, dan kini ia memiliki aroma yang amat sangat
khas...
Dan kini jutaan manusia di seluruh
dunia menunggu untuk dibawakan secangkir kopi yang panas, yang hitam, dan yang
memiliki rasa dan aroma yang amat sangat khas itu.
Raffi Baddger, Maret 2017.